BintanPos.Com
Ekbis

Sidang Bangkrut Pertama, Nasib 465.000 Agen Pemasaran Tupperware di Ujung Tanduk

Tupperware, menghadapi tantangan besar pada hari pertama sidang kebangkrutan. Perselisihan dengan para pemberi pinjaman memaksa perusahaan menunda pembayaran komisi kepada 465.000 agen pemasarannya, yang mengancam proses pemulihan perusahaan.

Tupperware hanya memiliki US$7,4 juta dalam bentuk tunai, namun tidak dapat menggunakan dana tersebut tanpa persetujuan dari pemberi pinjaman. 

Sementara itu, perusahaan berutang US$1,4 juta kepada agen-agennya dalam bentuk komisi. Situasi ini menjadi kendala besar bagi Tupperware untuk menjalankan rencana pemulihan melalui lelang yang diawasi pengadilan, yang bertujuan menarik investor potensial.

Pemberi pinjaman, termasuk Bank of America dan beberapa dana lindung nilai, menolak memberikan izin kepada Tupperware untuk menggunakan uang tunai tersebut.

Mereka bahkan mengajukan permintaan kepada Hakim Kepailitan AS Brendan Linehan Shannon untuk mengeluarkan perusahaan dari proses kebangkrutan, sebuah langkah drastis yang berpotensi mempercepat penyitaan perusahaan. Saat ini, Tupperware memiliki utang lebih dari US$800 juta yang belum dibayar.

Menurut Thomas J. Salerno, seorang pengacara kepailitan, situasi ini sangat tidak biasa. “Memiliki hanya US$7,4 juta dalam tunai untuk perusahaan sebesar ini dengan utang sebesar itu, seperti mengatakan Anda hanya punya US$1,50 di bank,” kata Salerno.

Jika permintaan pemberi pinjaman dikabulkan, proses penjualan Tupperware bisa dipercepat, yang memungkinkan mereka mengambil alih kendali perusahaan tanpa melalui proses lelang panjang.

Pada sidang pendahuluan yang diadakan Kamis, 19 September 2024 di Wilmington, Delaware, Tupperware diharapkan mendapatkan izin untuk membayar karyawan dan pemasok utama. Namun, karena adanya keberatan dari para pemberi pinjaman, perusahaan harus kembali ke pengadilan untuk meminta hakim mencabut pembatasan atas dana tunai sebesar US$7,4 juta tersebut.

Pengacara Tupperware, Spencer A. Winters, mengatakan kepada hakim bahwa hingga sidang berikutnya, perusahaan tidak akan melakukan pembayaran apapun.

Tupperware mengajukan kebangkrutan awal pekan ini setelah bertahun-tahun berjuang dengan masalah keuangan. Pendiri Tupperware, Earl Tupper, pertama kali memperkenalkan produk plastiknya pada tahun 1946, dengan segel kedap udara yang menjadi ciri khasnya.

Dalam beberapa dekade, produk Tupperware mendominasi pasar melalui penjualan independen dalam bentuk pesta penjualan di rumah-rumah.

Namun, persaingan ketat di pasar serta kegagalan Tupperware dalam mengikuti perkembangan industri ritel modern telah menyebabkan penurunan permintaan. Pandemi Covid-19 sempat meningkatkan penjualan, namun tren tersebut tidak bertahan lama.

Pada 2022, Tupperware masih sangat bergantung pada 465.000 agen pemasar dan 5.450 karyawan. Namun, konsumen kini lebih memilih membeli produk serupa, bahkan lebih murah, secara online melalui platform seperti Amazon dan Walmart. Di sisi lain, meningkatnya minat terhadap produk ramah lingkungan juga mengurangi permintaan akan barang plastik seperti Tupperware.***

Related posts

Pertamina pastikan ketersediaan BBM untuk arus balik Idul Fitri 2024

admin

Kakao Bisa Jadi Komoditi Perkebunan Diandalkan Indonesia, Ini Buktinya

admin

Rupiah Melemah setelah Data PCE Deflator AS Menunjukkan Disinflasi yang Stagnan

admin