Pemerintah Indonesia berpotensi akan melakukan penyesuaian terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2025 pada pertengahan tahun. Hal ini dipicu oleh merosotnya realisasi penerimaan pajak hingga April dan tingginya angka restitusi pajak.
Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Karinska Salsabila Priyatno, menyebutkan bahwa terjadi pelebaran jarak antara penerimaan bruto dan restitusi pajak.
“Kondisi ini diperparah dengan lemahnya akurasi pelaporan pajak, yang tentu mengganggu perencanaan fiskal, terutama di tengah tekanan politik untuk meningkatkan rasio pajak saat pertumbuhan ekonomi justru melambat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 9 Mei 2025.
Karinska mencatat, realisasi penerimaan pajak Indonesia hingga April 2025 baru mencapai 22,6% dari target yang ditetapkan dalam APBN. Jika tren ini berlanjut, kata dia, maka kemungkinan besar akan terjadi penyesuaian anggaran pada paruh kedua tahun ini.
Berdasarkan data yang disampaikan dalam rapat DPR, penerimaan pajak bersih mengalami penurunan tajam sebesar 27,73% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp451,1 triliun. Sementara itu, penerimaan bruto terkontraksi 14,6% dan angka restitusi melonjak hampir 60% YoY menjadi Rp176,4 triliun. Lonjakan ini terutama berasal dari sektor korporasi yang sedang tertekan, sehingga berdampak pada menyusutnya basis pajak negara.
“Lonjakan restitusi menandakan tekanan arus keluar dari sisi fiskal yang kian besar, dan menjadi tantangan serius bagi kesinambungan APBN,” ungkap Karinska.
Lebih lanjut, ia menyoroti soal transparansi data fiskal, karena data penerimaan April disampaikan dalam forum DPR, bukan melalui jalur resmi pemerintah. Kondisi ini memunculkan tanda tanya mengenai efektivitas sistem pemantauan real-time yang diharapkan mampu dijalankan melalui platform Coretax.
“Masih ada hambatan operasional dan kelembagaan yang menyulitkan akses publik terhadap data penerimaan harian, padahal sistem digitalisasi sudah seharusnya mempermudah,” tambahnya.
Di sisi lain, tekanan terhadap ekonomi nasional juga tercermin dari cadangan devisa Indonesia yang turun menjadi USD152,5 miliar per April 2025, dari USD157,1 miliar pada bulan sebelumnya. Penurunan ini terjadi seiring langkah agresif Bank Indonesia (BI) menstabilkan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh Rp17.300 per dolar AS pasca libur Liberation Day.
Lewat intervensi pasar melalui DNDF dan rapat darurat Dewan Gubernur BI, rupiah berhasil ditarik kembali ke level Rp16.800. Namun, Karinska mengingatkan bahwa langkah itu menguras cadangan devisa hingga USD4,6 miliar hanya dalam satu bulan.***